Siapa sangka jika disaat pandemi masih berlangsung, isu pilkada tetap diadakan hingga kampanye yang masih dilakukan oleh pasangan calon walikota di beberapa daerah Indonesia. Salah satunya kota Solo, disini kampanye dinilai cukup terbuka dibuktikan dengan bertemunya langsung antara paslon dan masyarakat di seluruh kampung.
Pasangan yang mencalonkan walikota di daerah masing-masing seperti Gibran dan Teguh menjadi sorotan masyarakat luas mengingat virus masih bertebaran. Jangan sampai kita kecolongan dengan asik berkampanye malah penyebaran semakin bertambah tanpa ada kendali, seharusnya kepentingan politik ditunda untuk saat ini sebab ada hal lebih penting.
Gibran selaku putra dari Presiden Indonesia yaitu Joko Widodo dikritik keras oleh beberapa pihak penting termasuk dari orang-orang di bidang kesehatan. Tentunya pesaing di dalam pencalonan mereka juga mau tidak mau berkampanye agar mendapatkan suara serta perhatian dari rakyat, namun situasi sekarang sulit akibat corona.
Tak hanya itu, di kota Medan juga disorot publik karena menantu Jokowi juga menggalakkan kampanye guna mencalonkan diri seperti Gibran. Bobby Nasution sudah melakukan blusukan di beberapa daerah demi mendapatkan suara dari masyarakat di sekitarnya. Sampai-sampai Najwa Shihab mengundang keduanya untuk memberikan pernyataan penting.
Memang pilkada sudah ada sejak lama di Tanah Air, tetapi jika saat ini tetap dilakukan pasti banyak elemen dari berbagai kalangan tidak terima. Mengapa tidak menerimanya? Karena dipastikan ada dampak luar biasa besar bagi seluruh lapisan rakyat ketika sedang melawan virus bersama-sama, inilah pembahasan lengkapnya.
Protes Sebab Pandemi Masih Berlangsung
Dampak pertama yang ditimbulkan dari isu pilkada 2020 yang tetap direncakan berlangsung di bulan Desember bagi kota Solo adalah bertebaran protes. Sejatinya pemilihan umum kepala daerah menjadi pesta rakyat yang diadakan juga hanya 5 tahun sekali. Kalau dilakukan bulan Desember, kurang pas walaupun protokol berjalan.
Sudah sekitar 7 bulan sejak awal mula terdeteksinya pasien positif covid-19 di wilayah Indonesia membuat orang-orang semakin takut mengingat laju peningkatannya semakin tinggi. Jangan sampai hal ini malah memberikan efek negatif jika pelaksanaannya tetap dilakukan, bisa-bisa menimbulkan perpecahan di tengah kondisi kurang stabil saat ini.
Bukannya menolak untuk dilakukannya pemilihan walikota baru, namun pemerintah sendiri masih bingung dalam menanggulangi pandemi covid-19. Dibuktikan langsung oleh dr. Tirta selaku dokter dan influencer terkenal melalui podcast Deddy Corbuzier, ia menilai bahwa pemerintah terlambat melakukan pencegahan di awal kemunculan kasus sehingga pelacakan sulit dilakukan.
Apalagi kini alat rapid test yang biasanya digunakan sebagai standar acuan di dalam menentukan pasien positif terjangkit virus, dinilai tidak akurat. Hal ini memang benar, melansir dari berita yang muncul beberapa hari belakangan ini, rapid test tak bisa menentukan apakah orang terinfeksi covid-19 atau tidak.
Tentunya sebagai masyarakat kini berpikir dua kali, setelah ditemukannya kasus baru sehingga peningkatan terus terjadi di awal bulan Oktober. Dengan hal ini apapun alasan pilkada tetap dilakukan seharusnya ditunda dulu demi kebutuhan bersama, agar terjadi penurunan kasus serta dapat melewati situasi menengangkan akibat pandemi.
Timbul Rasa Kecemburuan Sosial
Kemudian terdapat dampak kedua setelah isu terus berhembus, pilkada di daerah masing-masing terlebih Solo dan Medan membuat masyarakat timbul rasa kecemburuan sosial. Bagaimana tidak, beberapa sektor saja tak boleh dibuka hingga waktu yang belum ditentukan. Sekolah belum diperbolehkan masuk, malah sebuah kepentingan politik dilancarkan.
Itulah pertanyaan sangat sering dijumpai di beberapa waktu belakangan ini, tentu ini harus dijadikan bahan evaluasi dari pemerintah. Jangan sampai menutup sekolah hingga sekarang namun pemilihan malah diperbolehkan, padahal jika dilakukan sama-sama memenuhi protokol kesehatan. Kampanye menjadi kekhawatiran terbesar karena bisa membuat peningkatan kasus lagi.
Menurut sebagian besar rakyat di Indonesia memperbolehkan masuk sekolah bukan membuat peningkatan semakin tinggi. Sebab di dalam sekolah pastinya protokol kesehatan dijalankan penuh tanpa melanggar satu pun. Sangat disayangkan memang, ini baru salah satu kecemburuan sosial di dalam kalangan masyarakat sebab merasa tidak adil.
Kemudian, menurut berita yang disebarkan oleh banyak media online memang pilkada tetap akan dilakukan penuh sesuai protokol kesehatan berlaku. Merasa keadilan tidak diberlakukan lagi ketika mall juga dilarang dikunjungi untuk beberapa kategori seperti ibu hamil maupun anak kecil. Namun saat kampanye berlangsung banyak orang berdekatan.
Hal ini dikhawatirkan akan memperpanjang pandemi corona yang berdampak bagi kita sendiri, mengingat sudah banyak orang tidak dapat bertahan akibat situasi sulit sekarang. Jadinya patut mewaspadai, ada lagi dampak besar yang membuat orang-orang lebih menyetujui kepentingan urgent lainnya seperti pada penjelasan di bawah ini.
Menurut Beberapa Pihak Lebih Baik Membantu Korban Covid-19
Dilihat dari perkembangan kondisi disaat ini, tentunya pilkada di tahun 2020 menjadi sorotan di kalangan rakyat. Tentunya anggaran yang digunakan untuk menyelenggarakan pemilihan kepala daerah khususnya kota Solo maupun Medan cukup besar. Disini membuat sebagian pihak menyayangkan akibat sebuah virus corona masih ada di Indonesia.
Jika dilihat secara baik-baik anggaran yang diberikan pemerintah kepada pihak penyelenggara pemilu menembus angka 3,7T lebih. Nilai tersebut sangat berarti jika kita memilih menggunakannya sebagai pengobatan korban terjangkit virus. Mengingat sebagian besar masyarakat dinilai tidak kuat jika harus membayar biaya pengobatan sendiri.
Untuk biaya dari rapid test sendiri dulu pada awal kemunculan kasus terjangkit corona hingga mencapai 600 ribu rupiah per orang. Tak usah cemas, sekarang sudah menjadi lebih murah dibandingkan dahulu, setelah 7 bulan berlangsung anehnya alat rapid test harganya turun hingga di bawah 100 ribu.
Tak hanya itu saja, pemerintah menanggung seluruh orang ketika sudah dinyatakan positif covid-19. Di lapangan dan penerapannya, masyarakat akan ditanggung penuh biaya pengobatan hingga sembuh apabila positif terjangkit. Namun ketika sehabis cek, hasil rapid test maupun swab test non reaktif tentu harus menanggung secara mandiri.
Tetap Dilangsungkan, Protokol Kesehatan Harus Ketat
Jika acara pesta rakyat lima tahunan ini tetap dilangsungkan walaupun pandemi belum berakhir, tentunya masyarakat serta pemerintah mengharapkan protokol kesehatan diperketat. Melansir dari berita terbaru, bahwa di negara tetangga yaitu Malaysia mengalami peningkatan kasus baru setelah ada pemilu. Jangan sampai disini juga menjadi hal serupa.
Pemerintah tetap mengingatkan seluruh rakyat yang sedang menjalani kegiatan pemilihan untuk menerapkan 3M. Disini gerakan 3M sudah dijelaskan sejak awal kemunculan virus, yaitu untuk selalu mencuci tangan sesudah maupun sebelum memegang benda. Bukan itu saja, berikutnya wajib memakai masker guna mencegah penyebaran melalui droplet udara.
Terakhir diwajibkan untuk menghindari keramaian, selama menjalankan pilkada tentu tidak boleh di dalam kerumunan. Disini kerumunan akan dihindari, jadi peserta yang akan memilih tetap dibatasi dengan waktu tertentu. Tetapi pada penerapannya, sejak kampanye dimulai ternyata kerumunan tetap ditemukan di sejumlah kota, sehingga ini dikhawatirkan.
Jadi, mulai sekarang sebagai rakyat biasa kita harus tetap mengikuti anjuran pemerintah serta menerapkan protokol kesehatan agar terhindar dari penyebaran virus. Mengingat kini pemilu kepala daerah akan dilakukan dalam waktu dekat. Sesuai rencana awal apabila tidak ada perubahan dari pemerintah, pilkada akan dilaksanakan Desember 2020.