Cerita dari pertandingan sepak bola tidak hanya tentang hal-hal yang menyenangkan saja. Banyak kejadian menakutkan yang sempat terjadi dalam beberapa pertandingan sepak bola. Penyebabnya tak lain karena kerusuhan antar pendukung.
Selama masa pandemi, kerusuhan dalam pertandingan bisa diminimalisir karena adanya larangan untuk berkumpul. Bahkan dibeberapa pertandingan, jumlah penonton dibatasi atau bahkan tanpa penonton.
Namun, telah terjadi trust issue dikalangan masyarakat baru-baru. Hal tersebut disebabkan oleh kejadian yang menewaskan banyak korban akibat penggunaan gas air mata di Kajuruhan.
Reaksi Terkena Gas Air Mata
Sebenarnya, jika terjadi kerusuhan dalam suatu pertandingan sepakbola. Pihak penyelenggara hanya perlu memberikan peringatan, hal ini berdasarkan pada peraturan yang ditetapkan FIFA. Penyemprotan gas air mata bukan menjadi hal yang tepat untuk dilakukan di dalam stadion.
Gas air mata sendiri terbuat dari bahan kimia berupa gas dan semprotan merica. Rasa perih di mata dan kering tenggorokan adalah reaksi pertama yang akan dirasakan. Pertolongan pertama yang bisa dilakukan adalah dengan mendapatkan air bersih untuk membilas mata dan berkumur untuk mengurangi pedih dan rasa kering di area yang terkena.
Kondisi ini tidak akan berlaku pada saat gas air mata digunakan dalam stadion. Stadion memiliki akses yang berbeda-beda untuk keluar masuknya penonton. Kita bisa membayangkan saat kondisi kerusuhan, merasa perih dan sesak, tetapi tidak bisa keluar.
Menemukan air besih untuk pertolongan pertama dalam stadion juga cukup sulit. Indonesia harus bisa menjadikan peristiwa di Kajuruhan sebagai titik balik untuk semua pihak. Bagaimana menjaga ketertiban para penonton dan bagaimana antisipasi jika terjadi kerusuhan dalam sebuah pertandingan sepak bola.
Tragedi Gas Air Mata dalam Stadion
Berikut adalah daftar kejadian penyemprotan gas air mata dalam stadion yang pernah terjadi :
1. Peru (1964)
Kejadian penyemprotan gas air mata yang pertama terjadi pada saat pertandingan Peru melawan Argentina di Stadion Estadion Nacional, Lima. Kejadian tersebut berlangsung tanggal 24 Mei 1964 dalam Olimpiade Tokyo. Saat itu Argentina berhasil unggul dengan skor 1-0.
Berawal dari wasit yang memberikan keputusan bahwa gol dari Peru tidaklah sah. Hal tersebut membuat penggemar atau pendukung dari tim Peru mengamuk. Gas air mata ditembakkan oleh petugas ke stadion sebagai upaya untuk mengendalikan massa, namun malah 328 nyawa yang menjadi korban.
Penyebab banyaknya korban adalah ditutupnya pintu akses untuk keluar. Hal tersebut membuat penonton semakin panik dan mereka berusaha menuruni tangga keluar dengan berdesak-desakan. Akhirnya banyak penonton yang tewas akibat terinjak-injak.
2. Ghana (2001)
Selanjutnya, kerusuhan terjadi saat pertandingan Hearts Oak melawan Asente Kotoko pada 9 Mei 2001. Kerusuhan bermula dari lemparan botol dan kursi dari arah tribun ke lapangan yang dilakukan oleh salah satu penggemar.
Kerusuhan tersebut merenggut setidaknya 126 nyawa karena mereka kekurangan oksigen di stadion Ohene Djan Accra. Tembakan gas air mata sengaja diluncurkan dengan harapan massa akan lebih tenang, tetapi malah sebaliknya yang terjadi. Kericuhan semakin tidak terkendali. Akses keluar masuk stadion saat itu juga masih banyak yang ditutup.
3. Indonesia
Sebelum peristiwa Kajuruhan, pada bulan Juni 2012 sudah pernah terjadi kerusuhan di Stadion Gelora Bung Karno yang menewaskan satu orang. Dan masih di stadion yang sama, pada September 2019 juga terjadi kerusuhan antara penggemar Indonesia dan Malaysia.
Dan pada awal bulan Oktober 2022, terjadi kerusuhan di Kajuruhan. 134 nyawa menjadi korban dalam tragedi tersebut. Alasan klise penembakan gas air mata masih sama, penyelenggara berdalih bahwa hal tersebut dilakukan sebagai upaya penertiban dan pengamanan.
Sejatinya, gas air mata hanya membuat keadaan menjadi lebih panik. Penonton yang sudah merasa sesak dan kesakitan mulai berlarian dan berdesak-desakan untuk keluar menyelamatkan diri. Sementara pintu akses banyak yang masih tertutup.
4.Argentina (2022)
Baru satu pekan berlalu setelah peristiwa di Kajuruhan, kejadian yang serupa juga terjadi di Argentina. Satu orang meninggal dunia dengan diagnosa penyebab sakit jantung. Namun, banyak yang tidak percaya. Publik menduga jika itu akibat dari penyemprotan gas air mata.
Banyak pihak yang mengecam dan menuntut dilakukan penyelidikan dengan sungguh-sungguh. Sebenarnya, sudah banyak orang yang mulai sadar akan peraturan pelarangan gas air mata dalam stadion. Namun sangat disayangkan karena peraturan ini banyak dilanggar oleh pihak penyelenggara.
Pihak penyelenggara selalu memberikan pernyataan atau alasan yang sama, jika penembakan gas air mata dilakukan dengan tujuan untuk ketertiban dan keamanan saja. Sejatinya, pihak berwajib harus lebih tegas. Tidak hanya kepada para penyelenggara yang melanggar saja, tetapi juga untuk para oknum penonton atau penggemar yang memulai kerusuhan.
Penonton atau penggemar sepak bola juga harus bisa menerima sebuah kekecewaan akibat kekalahan. Menghormati lawan yang menang, tidak menghina lawan yang kalah. Jadikan kejadian-kejadian yang sudah disebutkan sebelumnya sebagai pembelajaran berharga.